Friday, April 20, 2007

Sabtu Minggu Bersama Novel

Dua hari terakhir di blog-blog friendster kawan-kawan, gue menemukan seruan hati yang cukup berat. Yang satu ngajak pacarnya mati bareng, yang satu pengen ngilang dari dunia. Huh, bunuh diri cukup ngetren juga yah. Asik sih memang kalau kita tiba-tiba hilang dari kefanaan ini (kayak lagunya nike ardilla). Lagu-lagu Radiohead juga rata-rata isinya seruan buat mati. Walau untuk lagu-lagu yang memancing kita untuk mengiris nadi paling keren sih Sufjan Stevens. Bayangin aja, lagunya folk, tapi seramai orkestra ala Mozart, gaungnya ala intergalactic planetary-nya Radiohead, vokalnya menyayat-nyayat seperti dinyanyikan oleh Cobain saat lagi gele dan dikit lagi mau mati. Tapi yang terutama adalah lirik-liriknya kayak baca novel-novel Steinbeck dan nonton film-film indie amrik termasuk yang slasher sekalian. Ada satu lagu bikin kita merasa diculik alien berkostum norak di film Plan 9 from Outer Space. Sangat menenggelamkan!

Mendengarkan Sufjan Stevens, yang dituduh anaknya Cat Stevens padahal bukan dan dia juga bukan muslim, seperti ditampar. Tapi, ditamparnya nggak pake tangan. Model tamparannya lebih bikin legam dari tamparan kepala sekolah bantet di SMP gue dulu. Saking kerasnya dan sakitnya, kita sendiri sampai lupa ditampar dengan apa. Tamparan itu juga menimbulkan efek, perasaan yang gue sendiri bingung apa yang berkecamuk di hati. Bahkan mendengar lagu dia, rasa untuk bunuh diri jadi hilang, karena sadar bahwa bunuh diri ternyata bukan bentuk keputusasaan, tapi justru karena semangat menggebu-gebu untuk keluar dari dunia ini. Menaati tuah Sufjan Stevens lah keputusasaan, dan gue nurut sama kata-kata itu.

Gue ada hampir seluruh album Sufjan Stevens, dan mungkin satu dari segelintir yang punya kopinya di Indonesia (bangga dikit ah). Orang-orang di ruangrupa, sebuah LSM seni rupa di Tebet, sampai terkesan denger musiknya. Temen gue yang nggak tau musik apaan saja bisa bilang musiknya Sufjan itu bagus. Gue rasa dia itu nabi terakhir di Bumi. Grammy tahun 2005 dia dilupakan. Baguslah! Grammy dan penghargaan lain memang dibuat hanya untuk pemamah biak. Gue belum jadi pemamah biak, mungkin nanti gue evolusi jadi itu, jadi untuk sementara gue masih bisa suka Mr Sufjan.

Musik Sufjan akan gue dengerin semuanya di akhir minggu ini. Menemani gue dalam proses penulisan novel gue yang kunjung tiada kelar. Keputusasaannya memberi gue inspirasi. Dunia yang putus asa ini butuh tulisan yang putus asa. Gue mulai menemukan bentuk karakter yang mau ditulis. Meski di hati berkecamuk apakah alur cerita gue multi-linear atau lurus-lurus ajah. Oke, Sabtu Minggu gue datang!

No comments: